Pemberontakan Pasukan Pembela Tanah Air (PETA)

    Halo sobat GC! Kalian tau nggak sih hari ini hari apa? Jadi hari ini, tepatnya tanggal 14 Februari adalah hari Pemberontakan Pasukan Pembela Tanah Air. Hari ini diperingati guna mengenang jasa para pahlawan Indonesia yang telah gugur di hari yang bersejarah ini. Kalian penasaran bagaimana kisah nya? Yuk kita bahas bersama! 

    Pembela Tanah Air atau yang disingkat dengan PETA merupakan kesatuan militer yang dibentuk Jepang dalam masa pendudukan di Indonesia. PETA dibentuk oleh pemerintah Jepang pada tahun 1943 yang bertujuan untuk menghadapi Perang Asia Timur Raya dari serangan blok sekutu. Banyak pemuda dan pelajar bangsa Indonesia yang antusias untuk bergabung menjadi tentara sukarelawan untuk mendapatkan pelatihan militer, sebagai bekal untuk mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia. 

    Pada Maret tahun 1944 pemerintah Jepang merasa jika PETA melayani kepentingan Indonesia daripada Jepang. Bahkan terjadi pemberontakan di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Supriyadi. Pemberontakan tersebut dipimpin oleh shodanco. Shodanco sendiri merupakan jabatan dalam struktur PETA yang dapat disebut juga sebagai komandan peleton. Supriyadi merupakan salah satu shodanco dari pasukan PETA. 


    Pemberontakan tersebut diawali dengan keprihatinan Supriyadi terhadap nasib rakyat Indonesia khususnya di Blitar, Jawa Timur yang hidup sengsara di bawah kekuasaan kekaisaran Jepang selama perang dunia ke-dua. Penderitaan yang dialami oleh rakyat pribumi dikarenakan kekaisaran Jepang menerapkan kebijakan yang sangat brutal seperti kerja paksa atau romusha. Kondisi mereka sangat menyedihkan, karena sudah seperti budak yang harus bekerja tanpa mengenal batas waktu dan mendapatkan perlakuan yang intimidatif. Banyak rakyat yang tewas akibat kelaparan dan terkena berbagai macam penyakit, mereka juga mendapat perlakuan rasis oleh tentara PETA yang notabene nya adalah bentukan pihak Jepang sendiri. 

    Berdasarkan hal-hal itulah Supriyadi kemudian mengkonsolidasikan pasukannya untuk melakukan pemberontakan melawan tentara kekaisaran Jepang. Bahkan sejak bulan September 1944 sudah digelar berbagai pertemuan yang bersifat rahasia. Supriyadi merencanakan aksi yang tak hanya sekedar pemberontakan saja, tetapi juga sebuah aksi revolusi yang bertujuan mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Hal itu terlihat dari komunikasi para pemberontak dengan komandan Batalyon di wilayah lain untuk sama-sama mengangkat senjata. Tak hanya itu saja mereka juga bahkan berniat menggalang kekuatan rakyat. Namun sayangnya persiapan yang sudah direncanakan justru belum matang sepenuhnya. Serta PETAI atau Polisi rahasia Jepang sudah mencium aksi mereka. Supriyadi lantas cemas dan khawatir bahwa mereka akan ditangkap sebelum aksi dimulai.  

        Memasuki tanggal 13 Februari 1945 malam, Supriadi memutuskan pemberontakan harus dimulai siap ataupun tidak siap inilah saatnya tentara PETA membalas perlakuan tentara Jepang. Banyak yang menilai pemberontakan ini belum siap, termasuk Soekarno. Soekarno meminta Supriyadi memikul tanggung jawab jika pemberontakan ini gagal. Akhirnya pada tanggal 14 Februari 1945 dipilih sebagai waktu yang tepat untuk melaksanakan pemberontakan, karena saat itu akan ada pertemuan besar seluruh anggota dan komandan PETA di Blitar sehingga diharapkan anggota anggota PETA yang lain akan ikut bergabung dalam aksi perlawanan yang tidak lain bertujuan untuk menguasai kota Blitar dan mengobarkan semangat pemberontakan di daerah-daerah lain. 


    Pada pukul 3 dini hari Waktu Indonesia Barat, pasukan Supriyadi menembakkan mortir ke hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira Jepang. Marquez Ken PETAI juga ditembaki senapan mesin. Namun rupanya dua bangunan itu sudah dikosongkan, lantaran secara mendadak telah terjadi pembatalan pertemuan karena Jepang sudah menerima informasi mengenai rencana pemberontakan yang akan dilakukan. Dalam aksi yang lain salah seorang Budancol Bintara PETA merobek poster bertuliskan “Indonesia akan merdeka” dan menggantinya dengan tulisan “Indonesia sudah merdeka”.

    Pemberontakan peta sendiri akhirnya tidak berjalan sesuai rencana. Supriyadi gagal menggerakkan satuan lain untuk memberontak dan rencana pemberontakan ini pun terbukti telah diketahui oleh pihak Jepang. Dalam waktu singkat Jepang mengirimkan pasukan militer untuk menghentikan pemberontakan PETA. Dalam kondisi seperti itu para pemberontak pun terdesak. Difasilitasi oleh dinas propaganda Jepang, Kolonel Katagiri menemui shodanco Muradi, yang merupakan salah satu pentolan PETA. Shodanco Muradi memberontak dan meminta seluruh pasukan pemberontak kembali ke markas Batalyon. Shodanco Muradi mengajukan syarat kepada Kolonel Katagiri. Yaitu senjata para pemberontak tidak boleh dilucuti Jepang, serta para pemberontak tidak boleh diperiksa atau diadili Jepang. Kemudian Kolonel Katagiri pun setuju dan memberikan pedangnya sebagai jaminan. Pemberian pedang tersebut sebagai janji seorang Samurai yang harus ditepati. Akan tetapi janji Kolonel Katagiri ternyata tidak bisa diterima oleh Komandan tentara Jepang. Mereka malah mengirimkan PETAI untuk mengusut pemberontakan PETA dan Jepang pun melanggar janjinya.

      Pasca pemberontakan, sejumlah perwira dan prajurit PETA dari Daidan Blitar ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara untuk diadili secara militer di Jakarta. Mirisnya lagi nasib shodanco Supriyadi justru tidak diketahui. Supriyadi menghilang secara misterius tanpa ada seorang pun yang mengetahui kabarnya. Sebagian orang meyakini Supriyadi tewas ditangan tentara Jepang dalam pertempuran. Sementara sebagian orang lainnya meyakini bahwa Supriyadi tewas diterkam binatang buas di hutan-hutan sekitar kota Blitar.  

   Setelah Indonesia merdeka shodanco Supriyadi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia yang pertama. Namun ternyata Supriyadi tidak muncul untuk menerima mandat tersebut hingga saat pelantikan para menteri. Kemudian saat para menteri dilantik oleh Presiden Soekarno, tertulis “Menteri Pertahanan” belum diangkat. Akhirnya karena Supriyadi benar-benar tidak muncul, Presiden Soekarno pun mengangkat dan melantik Imam Muhammad Suliyoadikusumo sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. Meskipun begitu, pemerintah Republik Indonesia tetap mengakui jasa-jasa Supriyadi dan akhirnya mengangkatnya sebagai salah satu pelopor kemerdekaan serta sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia. 


    Untuk mengenang perjuangan pemberontakan tentara PETA pimpinan shodanco Supriyadi tersebut, tepat di lokasi perlawanan didirikan Monumen PETA yang terdiri atas tujuh buah patung tentara PETA dalam posisi siap menyerang. Yang dimana patung shodanco Supriyadi diletakkan tepat di tengah Monumen sebagai Pemimpin pemberontakan PETA. Dan pada tanggal 14 Februari dicatat dalam sejarah nasional Indonesia sebagai peringatan Peristiwa Pemberontakan Pembela Tanah Air (PETA). Demikianlah sejarah singkat seputar peringatan Pemberontakan Pembela Tanah Air. 





Terima Kasih😊
#GenoviasCrystal12


Komentar

Posting Komentar